Sorry out of topic untuk kesekian kali.
Setiap hari aku merasa harus aware karena berada dalam lingkungan yang kondisinya kadang cukup nyaman kadang bikin gak enak ati. Aku sadar hal tersebut normal, karena gak semua bisa berjalan sesuai apa mau kita. Setiap orang punya pendapat, setiap orang merasa benar, dan aku yang cuma batu kerikil ini enggak bisa mengendalikan hal-hal itu semua. Inilah kenapa, dalam beberapa hal dan juga karena beberapa alasan, memang aku lebih memilih diam. Diam bukan berarti 'dingin'. I only act like everything is normal. Kalaupun harus bicara pun, kupastikan cuma hal-hal yang memang harus aku bicarakan. Apalagi kalau ada yang tanya perihal kondisi diri, dan memaksaku untuk bicara, kupastikan jawabanku cuma nonsense belaka, alias bukan apa yang sebenar-benarnya terjadi. Lagipula mau apa? Ketika setiap orang tahu kondisi kita, lalu bisa apa? Apa pengaruhnya? Well, itu typical. Mungkin cuma terjadi di aku saja.
Aku juga sebenarnya bukan orang yang sangat bisa menghandle segala sesuatu sendirian, i do really need significant other. Significant other itu siapa? yang jelas bukan sembarang orang. Dia adalah sosok yang bisa hadir secara lahir dan batin dalam hidup kita. Tak melulu harus orang tua ataupun saudara, tapi bisa siapa saja. Yang pasti dia orang yang bisa di percaya dan bisa menyimpan segala yang kita punya. Dan otomatis dia jadi orang yang dekat dengan kita. I guess you know what i mean. Entah dengan apa kamu menyebutnya, aku yakin setiap orang pasti punya.
Apa yang mendasari tulisan ini, sebenarnya karena sesuatu hal yang sangat mengusik hati. Aku gak mungkin membagi secara detail disini, tapi cerita sederhananya begini, seseorang yang bahkan tak paham apa yang sebenarnya sedang terjadi, tiba-tiba mencoba masuk dan mengintervensi kehidupan pribadi. Berbagai hal coba diselami, dan sekali lagi, im not gonna say the truth for that things. That's my typical. Aku cukup ungkapkan hal-hal lain yang masih masuk akal, dengan seperti itu menurutku lebih baik dan dia masih merasa dihargai.
Jujur, seketika langsung bad mood ketika ada orang lain yang mencoba mengusik kondisi diri. Mungkin kalian paham rasanya. Bahkan my significant other pun (mungkin) mikir berjuta-juta kali. Bagaimana bisa orang lain? But I still act normally.
Untuk sebuah relationship yang sehat, aku perlu garis bawahi suatu hal. Ketika seseorang mencoba mengusik kehidupan kita, tidak nyaman bukan rasanya? Ketika seseorang menggiring kita agar hanya bisa berkata 'iya', menyakitkan bukan? Ketika ada orang lain mencoba mendikte kita, menyebalkan bukan?
Untuk sebuah kenyamanan dalam setiap hubungan, sebuah pembicaraan itu perlu, bertanya pun silakan saja. Tapi bawalah sedikit kecerdasan dan empati didalamnya. Kecerdasan? I mean bacalah kondisi seseorang sebaik-baiknya, peka.
Kenapa harus empati juga? Kamu mungkin tahu seseorang sedang tidak berada dalam kondisi yang baik, tapi kamu hanya perlu merasakan sesuatu yang dialami orang lain tanpa masuk dalam kondisinya. Tidak semua orang nyaman ketika diusik, tidak semua orang suka dicampuri kehidupannya, tidak semua orang merasa terbantu dengan diberi berbagai macam intervensi.
Jangan pura-pura bertanya jika hanya meninggalkan luka.Kita tidak bisa memastikan, apakah orang lain sungguh-sungguh bertanya, atau cuma basa basi saja. Karena motivasi orang itu berbeda-beda. Bisa saja seseorang menggali diri kita lebih dalam hanya untuk iseng saja, tak ada niatan untuk mendengarkan atau memberikan solusi. Bahkan berempati pun tidak. Daripada hanya melukai, lebih baik diam bukan? Kalau sudah meninggalkan luka, orang lain kecewa. Hilang sudah semuanya.
Tidak semua pertanyaan harus dijawab dengan kejujuran.Jawaban dari sebuah pertanyaan itu bisa jadi benar, tapi bisa jadi hanya sebuah nonsense basa basi belaka. Untuk beberapa orang, mengurung sebuah kebenaran itu jadi pilihan. Jika hal itu dirasa lebih membuat nyaman, aku akan lakukan. The way i lie is much more better than i say the truth.
Makanya kalau ada yang bilang 'bohong untuk kebaikan itu lebih baik', i totally agree. Karena tak setiap hal bisa diungkapkan. Ada yang kita sanggup menyampaikannya, ada pun yang kita harus menyimpannya dalam-dalam. Sungguh, aku punya jawaban yang panjang atas pertanyaannya, tapi aku tak sampai hati untuk menjawabnya. Ada alasan mendalam yang orang lain tak mungkin paham dan bisa menerima. Akhirnya cukup kita pendam saja.
Kalau tak mampu dipendam sendiri? berbagilah dengan significant other kita. Dia yang bisa menjadi kotak rahasia kita, dia lah brankas yang aman untuk segala hal dalam diri kita, dia juga lebih pantas menerima segala keluh kesah kita, dan yang pasti dia bisa hadir untuk jiwa kita. Bukan cuma seseorang yang seolah-olah hadir, lalu pergi.
Sesederhana bertanya dan memulai sebuah pembicaraan, cukup mulai dengan hal yang ringan-ringan saja. Kecuali kalau memang sudah sama-sama nyaman untuk sebuah perbincangan yang lebih dalam, silakan lakukan. Karena tak setiap orang siap untuk membagikan kondisinya, dan tak setiap orang bisa hadir dalam kehidupan yang mungkin jauh berbeda.
Ketika tak setiap hal bisa diungkapkan
Reviewed by Dini Nh
on
April 10, 2018
Rating:
manteppp Din...
ReplyDeleteThanks nuu sudah mampir...
Delete